Rabu, 31 Agustus 2011

MARI KITA TELITI "Siapakah sosok "Isa-isa-an" yang diklaim Qur’an?"

Ucapan nubuat yang tercatat, sekali ia tergenapi, adalah merupakan bukti-adikodrati yang paling kokoh yang harus dipercaya. Nubuat – dan bukan mujizat – merupakan testing yang paling absah akan keberanarn suatu wahyu? Mengapa? Karena sekalipun nabi-nabi palsu bisa bermujizat ala kadar, namun tak ada satu makhlukpun yang tahu masa depan, apalagi mengontrol sejarah untuk memenuhi apa yang sudah diucapkan! Nasipnya masa depan hanya ada ditangan Allah! Itu sebabnya Allah sendiri menantang illah-illah selainnya untuk membuktikan “keilahian-diriNya” dengan cara bernubuat :

“Siapakah seperti Aku? Biarlah ia menyerukannya, biarlah ia memberitahukannya dan membentangkannya kepada-Ku! Siapakah yang mengabarkan dari dahulu kala hal-hal yang akan datang?” (Yesaya 44:7)

“Aku memberitahukannya kepadamu dari sejak dahulu; sebelum hal itu menjadi kenyataan, …. supaya jangan engkau berkata: Berhalaku (illah) yang melakukannya” (Yesaya 48:5).

Namun untuk hal yang penting ini bagi suatu kebenaran. Muslim malah membiasakan dirinya acuh dan asing terhadap nubuat. Qur’an praktis tidak berisi nubuat adikodrati kedepan, melainkan sebaliknya banyak didominasi dengan mengungkapkan kisah-kisah masa silam. Sebagai contoh saja ayat yang diperbincangkan disinoi QS 4:157, adalah typikal pewahyuan ke masa silam yang terlambat munculnya, bukan nubuat kedepan yang harus dibuktikan dengan fakta-fakta masa depan.

Bagi kalangan Muslim, ayat diatas dianggap sebagai “wahyu koreksi” terhadap kasus penyaliban Isa yang terlanjur diterima secara keliru. Namun teman Muslim sering lupa bahwa sangkaan “keliru” itu justru pertama-tama harus diusutkan kepada “kelirunya” Allah sendiri dalam bertindak di abad pertama. Bukankah Allah dengan sengaja menipu-daya umat yang menyaksikan penyaliban Isa dengan seorang Isa-gadungan, bagi umat Israel?

Mari kita saksikan apakah “pengkoreksian” demikian itu kokoh sebagai hukum pengkoreksi Allah, ataukah hanya sebuah klaim yang justru perlu “ditafsir-ulang”?.

(a) Absen-nya Novum (Bukti)

Anda tidak akan memprotes suatu kasus yang telah berlalu 6 abad tanpa menyodorkan novum yang kuat dan absah (bukti silam yang baru ditemukan). Jadi “wahyu koreksi” atas penyaliban/kematian masa silam Isa, haruslah disertai novum yang dapat menafikan penyaliban, dan bukan dibenarkan dengan mengajukan klaim atau asumsi baru. Bila Anda tidak percaya nubuat yang tidak tergenapi kedepannya, bagaimana mungkin Anda malah percaya akan wahyu koreksi silam yang tanpa novum ini (padahal kasus yang sudah lewat selalu ada jejak bukti)?

Sebab bilamana Allah perlu untuk menegaskan bahwa sosok itu BUKAN Isa, maka Allah setidaknya perlu (dan tentunya mudah) menegaskan SIAPA sosok penggantiNya! Keabsahan satu coin tidak dibentuk oleh satu sisi saja. Mengkoreksi sosok si-asli yang pergi (non-exist) terhadap si-gadungan yang tertinggal (exist) itu bukanlah sebuah koreksi jikalau yang exist itu justru tidak ditampilkan sebagai bukti, malahan juga turut dikosongkan. Apa yang mau dikoreksi jikalau kedua object yang dipersoalkan justro dikosongkan?

(c) Memulihkan suasana keraguan, atau menambahinya?

Suasana yang digambarkan dalam satu ayat Qur’an itu melebihi kekacauan manapun yang pernah diwahyukan. Lihat betapa bertubi-tubinya kata-kata kekacauan yang dilontarkan kesitu “…berselisih paham …benar-benar dalam keragu-raguan …tidak mempunyai keyalkinan …prasangka belakang …tidak (pula) yakin…”

Sangat jelas Allah lewat ayat korektif ini bermaksud untuk memulihkan segala kekacauan ini. Namun dengan metode pengkoreksian Allah yang aneh (6 abad terlambat, ketiadaan jati-diri sosok, tipu daya), maka Allah sebenarnya tidak menepisi, melainkan mempertebal keraguan dan perselisihan yang ingin disingkirkan. Keraguan dapat ditepis dengan menambahi bukti, bukan “pengkoreksian” yang amlah menambahi misteri.

(d) Dan siapa saksi-saksinya?

Siapa selain Allah yang dapat diajukan sebagai saksi atas permainan petak-umpet ini? Jibril? Maryam? Yahya? Serdadu Romawi yang meng-eksekusi? Isa sendiri? Tidak ada di kitab! Bila sebelumnya ada tercium tipu-daya ini, Isa bahkan akan memprotes kepada Allah. Karena hal itu melawan kodratnya yang kudus, selalu berkata benar. Kudus itu tidak mau dan tidak bisa bertipu-daya atau membiarkan dirinya menjadi bagian dan ajang dari tipu daya. Alkitab sama mengatakan “Ia (Yesus) tidak berbuat dosa, dan tipu daya tidak ada dimulutNya” (QS 19:19,34; Yohanes 8:46; 1 Petrus 2:22).

Jadi, apa dan siapa yang telah dibuktikan dan dimantapkan oleh ayat pengkoreksi yang satu itu? Atau, apakah pembuktian korektif model ini dapat dijadikan jurisprudensi untuk mengkoreksi suatu perselisihan?

Pewahyuan-silam ini, telah menempatkan murid-murid Isa, ibuNya dll. Semua menjadi korban, tertipu daya oleh cara Allah SWT yang menggantikan Isa dengan seorang yang diserupakanNya secara tersembunyi. Ketertipuan ini terus berjalan hingga diungkapkan oleh Muhammad (lihat rujukan QS 3:54).
Pertanyaan kita yang saling elementer : “Mengapa Allah baru merasa perlu mengoreksi di abad ke 7 untuk sebuah kasus besar dari abad ke-1?”. Mengapa kadaluarsa 6 abad? Membiarkan bermilyar manusia mati dalam kesesatannya yang terlanjur “menjunjung salib Yesus”, karena belum sempat dikoreksi oleh Allah? Salahkah Ibu Maria, murid-murid Yesus, dan bermilyar pengikutnya, jikalau mereka telah mengimani pengelihatan yang “salah”, karena mata mereka telah disesatkan oleh pembalasan tipu-daya Allah sendiri?

Cara Pembalasan Allah terhadap si penipu itu, sungguh tidak dikenal dalam Alkitab. Namun hal itu, diadopsi, menjadi bagian yang diwahyukan Qur’an sehingga para penterjemah terkesan rikuh dalam memilih dan memakai pelbagai istilah dan gaya yang saling berbeda untuk menterjemahkan kedua ayat berikut ini (perhatian teks bahasa aslinya) :

 “Dan mereka itu membuat tipu daya, Allah membalas tipu daya mereka, dan Allah sebaik-baik (pembalas) tipu daya” (and Allah is the best of schemers Moh. Picthall
“Mereka membuat tipu daya, tetapi Allah (juga) membuat membuat tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembuat tipu daya” (and Allah is the best of plotters, (QS 3:54; 8:30).

Dalam paham Kristianitas, manusia menipu-daya karena hakekatnya yang jahat dan sumber dayanya terbatas. Namun Allah yang berhakekat Maha Kudus dan tidak terbatas sumber-dayaNya tidak harus terpaksa – bahkan tidak bisa – membalas tipu dengan tipu, apapun konsisi dan alasannya!
Teroris bisa menyandera dan membunuh keluarganya polisi dengan golok, namun polisi tidak bisa membalas keluarga si teroris, apalagi dengan meriam yang menghancurkan pula tetangga, lalu berkata “Rasain lu, saya lebih canggih membunuh kalian, kan?”.

Kristianitas mengimani Allah yang dapat melawan dan menghukum siapa dan apa saja dengan cara yang tak terbayangkan manusia. Namun tidak dapat melawan hakekatNya sendiri “Yang tidak berdusta dan tidak mungkin berdusta”. Dan “Tuhan tidak dapat menyangkal diriNya” (Titus 1:2; Ibrani 6:18; 2 Timotius 2:13).

Allah bisa terang-terangan membela dan memberi kehormatan kepada Isa setinggi-tingginya – dengan menghancurkan palang-salin – sambil mencangking dan menghajar semua musuhNya untuk berlutut di depan kaki Isa!. Namun Kuasa Kebenaran, dan Wibawa-KehormatanNya memustahilkan Dia secara sembunyi-sembunyi memilih menipu daya semua orang, sambil mebiarkan diriNya dipaksa manusia bejad untuk menghentikan masa dakwah nabiNya (Isa) secara prematur. Dengan dilenyapkanNya Isa disitu dan tamat riwayatnya entah bagaimana, bukankah sia-sia seluruh prestasi kenabiannya?
Dan tamat pula seluruh kepercayaan murid-muridnya akan kehebatan dan janji-janji Gurunya. Melainkan menyisakan terecrai-berainya mereka dalam rasa ketakutan, tidak mampu, danpercuma menginjil, karena toh sang Guru sendiri sudah dikalahkan (lihat akhir dari pasal ini).

Kebanyakan Muslim tidak mencoba untuk memahami bahwa sedari dahulu, Allah semesta alam selalu merujuk kepada satu formula penyelamatan manusia, yaitu hidup melalui kematian. Dan kematian Yesus itu mengalahkan MAUT bagi umatNya!
Dulu harga kematian disimbolkan oleh korban sembelihan anak domba; dan kini digenapi oleh pengorbanan Anak Domba Tuhan dalam penyaliban Yesus. Apabila kematian-kurban dari Yesus ini ingin “dibela” dengan cara dihilangkan, maka Ia justru akan kehilangan segala-galanya! :

(1) Hilang lenyap diri Isa, dari murid-murid yang dikasihiNya. Dilenyapkan Allah entah kemana tanpa pra-berita, tanpa pamit, tanpa saksi, tidak terjejaki. Meninggalkan penginjilan secara prematur sebelum berbuah (lihat butir 3)

(2) Hilang lenyap kalimat Isa, Injil dan ajaran-ajaran Isa tidak terjaga di dunia, padahal terjaga di sisi Allah dan tergores kekal di Lauhul-Mahfuz di Sorga. Injil Isa Islami membiarkan hilang lenyap dari dunia entah kemana, tidak terjejaki, sehingga Cuma Injil Palsu karya Paulus cs-lah yang tertinggal, dan kini tersebar ke seluruh pelosok bumi dalam 1000-an bahasa.

(3) Hilang-lenyap Misi Isa bersama dengan semua murid-murid awal Isa (Hawariyyin, para pengikut beriman). Mereka tidak terjaga, terdesak kalah dan hilang semua, disapu oleh murid-murid Paulus dengan ajaran sesatnya yang terus berjaya hingga kini. Padahal Qur’an menjajikan kemenangan bagi murid murid Isa :

“… Pengikut-pengikut (Isa) yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Allah", …. maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.” (QS 61:14)


Tapi dimanakah Injil Isa dan para pengikut-pengikut Isa (Islami) yang menang itu sekarang hilang? HILANG! Hilang segala-galanya disapu habis oleh kuasa nabi-nabi palsu yang dapat melebihi Isa! Total kesia-siaan Isa ini adalah konsekwensi sebab-akibat yang keras, sekali Muslim menolak kematian Kurban Yesus Al-Masih di kayu salib Muslim tahu bahwa Isa adalah sosok yang sempat digelar “Yang terkemuka di dunia dan di Akhirat” dan “datnda yang besar bagi semesta alam”.

Jadi silahkan teman-teman Muslim kini memilih satu diantara dua, Isa yang kehilangan segala-galanya (keberadaan diriNya, Kalimat, Ajaran & KaryaNya); Ataukah Isa yang tersalib dalam kematian kurban demi memberikan kita hidup yang kekal

Sumber :
Umar Tariqas, Ismael Saudaraku,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar