Selasa, 16 Agustus 2011

Menjawab sanggahan: "Tentara Salib: Jawaban atas Agresi Islam"

Tentara Salib: Jawaban atas Agresi Islam
by Adadeh » Wed Nov 24, 2010 5:07 am

Tentara Salib: Jawaban atas Agresi Islam
oleh: John J. O’Neill
(penulis Holy Warriors: Islam and the Demise of Classical Civilization)


Tentara Salib: Jawaban atas Agresi Islam.

Salah satu mitos jaman sekarang adalah anggapan bahwa Crusaders (Tentara Salib) adalah orang² biadab Eropa yang melakukan serangan tanpa alasan terhadap dunia Islam yang beradab.
----------------------

Umumnya orang beranggapan bahwa abad ke 7 dan 8 merupakan jaman kebesaran perluasan Islam. Di abad ke 11 - saat Perang Salib Pertama - pendapat umum menyatakan bahwa saat itu dunia Islam bersikap masif dan diam di tempat, sehingga Tentara Salib tampak sebagai agresor (pihak yang menyerang). Tentara Salib sering digambarkan sebagai pasukan barbar dari Eropa yang terbelakang dan penuh takhayul, yang datang mengacau dunia Islam Timur Dekat yang beradab dan berbudaya tinggi di abad ke 11M.

Begitulah gambaran yang ditayangkan di TV dan ditulis di berbagai koran. Dalam bukuku yang berjudul Holy Warriors: Islam and the Demise of Classical Civilization, aku menunjukkan bahwa sebelum jaman Islam, orang² Kristen tidak mengenal konsep “Perang Suci” sama sekali, dan pihak Muslimlah yang menyebut istilah tersebut. Aku juga menunjukkan bahwa Tentara Salib tidak melakukan serangan agresi tanpa sebab. Mereka melakukan serangan untuk membendung serangan pihak Islam di abad ke 11yang semakin mengancam akan menyerang seluruh Eropa.

Bukti yang kutampilkan di bukuku menunjukkan bahwa kebanyakan penulis sejarah abad pertengahan tidak mengungkapkan bahaya Islam yang menyebabkan terbentuknya Tentara Salib. Yang seringkali diajukan malahan keterangan bahwa Muslim yang tak berdosa diserang tentara Eropa yang brutal dan barbar. Ditulis pula bahwa para tentara Salib bertempur melawan Muslim, gara² usaha pihak Paus dakan menghindarkan kehancuran sendiri di Eropa, dengan mengalihkan serangan ke dunia Islam. Pendapat ini jelas tampak pada tulisan Marcus Bull dalam penelaahannya tentang asal-usul Tentara Salib dalam buku The Oxford History of the Crusades. Dalam artikelnya yang berjumlah 10.000 kata, Bull tak sanggup melihat ancaman Muslim sama sekali. Dia malahan mengungkit hal itu untuk menyangkalnya:

“Pandangan akan perseteruan di Mediterania (antara Islam dan Kristen) hanya dapat dilihat oleh institusi² tersebut, terutama pihak Paus, yang punya jaringan mata², paham akan geografi, dan dan tradisi lama kerajaan Kristen dan keadaannya yang saat itu sedang genting. Hal ini perlu ditekankan karena istilah Tentara Salib seringkali diterapkan secara salah pada semua kejadian² puluhan tahun sebelum 1095 ketika pihak Kristen dan Islam saling bertempur. Tidaklah tepat untuk beranggapan bahwa Perang Salib Pertama terjadi akibat memuncaknya berbagai pertempuran di abad ke 11.
(Marcus Bull, “Origins,” in Jonathan Riley-Smith (ed.) The Oxford History of the Crusades, hal. 19)

Mengapa Bull mengenyampingkan begitu saja hubungan antara konflik² Kristen vs Muslim yang terjadi di awal abad 11 di Spanyol, Sicilia, dan Anatolia dengan Perang Salib I? Jawaban yang diajukannya sangatlah tak meyakinkan. “Banyak bukti,” tulisnya, “yang menunjukkan bahwa orang² terkejut atas tindakan Paus Urban II yang mengajukan usul dibentuknya tentara Salib di tahun 1095-6 karena hal ini berbeda dengan apa yang biasanya dilakukan sebelumnya.” (ibid) Tentu saja hal itu berbeda, karena Paus telah mengajak semua penguasa dan wali gereja Eropa untuk menggalang kekuatan besar untuk menuju Konstantinopel dan akhirnya mengambil alih Tanah Suci Kanaan dari penjajahan Islam. Ini adalah rencana yang baru karena ukuran dan ambisinya yang berskala sangat besar. Sangatlah konyol untuk mengenyampingkan begitu saja hubungan antara terbentuknya Tentara Salib dengan penyerangan yang dilakukan Muslim terhadap Spanyol, Sicilia, dan Anatolia. Pernyataan seperti itu hanya bisa dikeluarkan oleh orang yang menganggap Tentara Salib sebagai agresor dan karenanya dia menghilangkan kenyataan bahwa Tentara Salib melakukan bela diri terhadap orang² Kristen yang berjuang mempertahankan Spanyol dan seluruh Mediteranisa selama berabad-abad dari serangan Muslim sampai menjelang tahun 1095.

Fakta sebenarnya adalah dua puluh tahun sebelum terjadinya Perang Salib, kerajaan Kristen telah kehilangan seluruh Anatolia, yang merupakan daerah yang lebih besar daripada Perancis jaman sekarang, dan daerah ini terletak di muka Eropa. Di tahun 1050, pemimpin Seljuk Islam bernama Togrul Beg melakukan Perang Jihad melawan orang² Kristen di Anatolia, yang menentang penjajahan Kalifah Islam. Dikabarkan bahwa 130.000 orang Kristen tewas dibunuh di perang itu, tapi begitu Togrul Beg mati di tahun 1063, orang² Kristen pun mengumumkan kemerdekaannya lagi dan bebas dari penjajahan Islam. Akan tetapi hal ini hanya sebentar saja berlangsung, karena keponakan Togrul Beg yakni Alp Arslan yang mengangkat diri sebagai Sultan mengobarkan serangan baru. Di tahun 1064, ibukota lama Armenia yakni Ani dihancurkan tentara Muslim, dan pangeran dari Kars, penguasa terakhir Armenia merdeka, “dengan senang hati menyerahkan tanahnya pada Kaisar Byzantium untuk mendapatkan daerah kekuasaan di pegunungan Taurus. Sejumlah besar orang Armenia pergi bersamanya ke tempat tinggalnya yang baru.” (Steven Runciman, The History of the Crusades Vol. 1 (Cambridge, 1951) hal.61) Memang benar bahwa pada saat itu seluruh negara Armenia tercerai-berai ratusan mil ke selatan dan barat.


Togrul Beg

Tapi tentara Turki Islam terus saja menyerang. Dari tahun 1065 dan seterusnya, benteng kafir Edessa diserang setiap tahun. Di tahun 1066, tentara Muslim menguasai alur jalan ke Pegunungan Amanus, dan di musim semi berikutnya mereka menyerang kota besar Kapadosia yakni Caesaria. Di musim dingin, tentara Byzantium Kristen dikalahkan Muslim di Melitene dan Sebastia. Karena kemenangan² ini, Alp Arslan menguasai seluruh Armenia, dan setahun kemudian dia melakukan serangan masuk ke dalam kekaisaran Byzanitum, sampai ke Neocaesarea dan Amorium di tahun 1068, ke Iconium di tahun 1069, dan di tahun 1070 ke Chonae, dekat pantai Aegean. (Ibid.)


Alp Arslan

Kejadian² ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa tentara Turki sekarang mengancam seluruh tanah milik Kekaisaran Kristen di Asia, dan ibukota Byzantium yakni Konstantinopel terus-menerus terancam serangan Muslim. Pihak penguasa Kristen harus mengambil langkah pencegahan. Konstantin X, yang tidak mengindahkan keadaan tentaranya dan sangatlah bertanggung jawab atas kehancuran yang dialami Byzantium, wafat di tahun 1067. Putranya yang masih muda yakni Michael VII menggantikannya, di bawah bimbingan Ratu Eudocia. Setahun berikutnya Eudocia menikah dengan Jendral angkata perang yakni Romanus Diogenes, yang akhirnya berkuasa jadi raja. Romanus adalah prajurit hebat dengan dedikasi utuh, dan dia melihat keamanan Kekaisaran Byzantium tergantung dari usahanya membangun kembali pasukan tentara dan mengambil alih Armenia (ibid). Setelah empat bulan jadi raja, Romanus menggalang tentara besar untuk menghadapi musuh. “Dalam tiga serangan besar,” tulis Gibbon, “tentara Turki didorong sampai keluar daerah Efrata; dan dalam serangan keempat, akhirnya Romanus bisa mengambil alih Armenia.” (Decline and Fall, Bab 57). Akan tetapi di perang Manzikert (1071), Romanus kalah dan ditangkap, dan seluruh Anatolia kembali dijajah Islam.

Pembaca manapun yang jujur bisa melihat kejadian² ini menunjukkan bahwa pihak agresor adalah si Muslim Alp Arslan dan tentara Turkinya, sedangkan tentara Romanus Diogenes masuk ke Armenia sebagai usaha terakhir Byzantium untuk mempertahankan Anatolia agar tidak seluruhnya jatuh ke tangan Muslim. Akan tetapi lihat nih tulisan Kamus Chambers tentang Sejarah Dunia: “Kaisar Byzantium yakni Romanus IV Diogenes (1068/71), mencoba memperluas kekaisarannya ke Armenia tapi dikalahkan di Manzikert dekat Danau Van oleh tentara Seljuk Turki di bawah pimpinan Alp Arslan (1063/72), yang lalu melakukan serangan besar² ke Anatolia.”
(Bruce Lenman (ed.) Chambers Dictionary of World History (London, 2000) hal. 585)


Romanus dan istri diberkati Yesus.


Kita lihat tulisan di atas merupakan contoh jelas pemutar-balikan sejarah, hasil dari mentalitas Political Correctness, di mana pihak korban diganti menjadi agresor, dan agresor digambarkan sebagai korban.

Alp Arslan mati terbunuh setahun kemudian, dan penaklukkan Asia Minor Kristen terus dilanjutkan oleh putranya yakni Malek Shah (1074 – 1084). Serangan² Muslim ini mengakibatkan Turki berhasil merampas benteng Nicaea, di sebelah selatan pantai Laut Marmara, dan keselamatan Konstantinopel dipertanyakan.


Malek Shah

Inilah kejadian² politis yang akhirnya menyebabkan timbulnya Perang Salib Pertama. Dalam waktu tigapuluhlima tahun tentara Turki telah menguasai sebagian besar daerah Kristen, lebih besar dari negara Perancis, dan mereka sekarang berada di pintu depan Eropa. Kita mungkin beranggapan bahwa tentara Salib datang duluan ke Timur Tengah sebagai usaha Kristen untuk mengambil alih Tanah Suci Kanaan dan Yerusalem; tapi anggapan ini salah. Kaisar Alexius Comnenus terkenal dengan permohonannya pada Paus, dan dia tidak memohon Paus untuk membebaskanYerusalem dari jajahan Islam, tapi untuk mendorong tentara Turki keluar dari Byzantium, untuk membebaskan tanah luas Kristen di Asia Minor yang diserbu dan dijajah tentara Muslim.


Kaisar Byzantium Alexius Comnesus mengirim surat pada paus untuk minta tolong menghadapi agresi Muslim.

Tidak hanya itu saja, tentara Turki yang sekarang menjajah Syria/Palestina/Kanaan juga melakukan penindasan terhadap peziarah Kristen di daerah tersebut dan hal ini ditulis dengan jelas oleh Peter the Hermit dan lain², dan hal ini menambah alasan dibentuknya Tentara Salib. Tapi tujuan utama Tentara Salib bukanlah untuk membebaskan para peziarah Kristen. Meskipun begitu, sikap barbar Turki di Palestina hanyalah contoh kecil saja dari penjajahan kejam yang mereka lakukan di seluruh daerah Kristen yang mereka taklukan, dan sikap mereka dalam menjajah daerah Timur Dekat ditulis jelas oleh Gibbon:

bersambung...


Adadeh Translator Posts: 7004Joined: Thu Oct 13, 2005 1:59 am
Top

Re: Tentara Salib: Jawaban atas Agresi Islam
by Adadeh » Wed Nov 24, 2010 5:08 am
“Peziarah Kristen dari Asia Timur dan Latin menyayangkan terjadinya serangan Islam yang menyebabkan para Kalifah memaksa mereka mengenakan pikulan besi di leher mereka sebagai tanda bahwa mereka adalah pendatang asing dari utara. Dalam mahkamah dan barak Muslim, Sultan Islam telah menyerap pengaruh seni dan tatacara Persia yang beradab; tapi bentuk negara Turki sendiri, terutama masyarakat dari suku penggembala, masih menerapkan kebiadaban adat padang pasir. Dari Nicaea sampai Yerusalem, negara² barat Asia semuanya terjadi permusuhan antara tentara asing dan penduduk asli; dan para gembala Palestina, yang berada di daerah perbatasan yang genting, tidak mendapatkan banyak keuntungan dari perdagangan yang seret dan tiadanya kebebasan beragama. Para peziarah telah melampaui berbagai kesukaran untuk akhirnya bisa mencapai pintu gerbang- pintu gerbang Yerusalem, kerapkali jadi korban perampokan dan penindasan rakyat, dan seringkali akhirnya mereka jadi kelaparan dan terserang penyakit, sebelum mereka berhasi memperoleh ijin untuk memberi hormat pada makam suci Yesus. Karena sifat barbarnya yang asli, atau karena merasa berkuasa, orang² Turki menghina semua pemuka agama dari segala sekte; mereka seret kepala keluarga yang dihormati di sepanjang jalan dan lalu dibuang ke tahanan bawah tanah, agar keluarganya merasa kasihan dan membayar uang tebusan; dan ibadah² suci di gereja Kebangkitan Kembali (Ressuraction) seringkali diganggu oleh para penjajah Muslim yang buas dan kasar.” (Chapter 57)

Para petani awam dari Eropa mungkin belum benar² menyadari ancaman bahaya Muslim dari timur, tapi pihak para penguasa dan kepala gereja telah dipaksa untuk bersikap waspada. Tapi meskipun para petani dan pengrajin Eropa tidak banyak tahu tentang nasib Anatolia, mereka tentunya tahu sedikit akan ancaman Muslim. Penulis sejarah Marcus Bull mengatakan orang² awam Eropa tersebut tidak tahu, dan ini adalah pendapat yang tidak berdasar. Penyerangan yang dilakukan Abd er-Rahman III dan Al-Mansur ke arah utara Spanyol di tahun² berikutnya di abad ke 10 tentunya mengakibatkan gelombang pengungsi Kristen dari Spanyol masuk ke Perancis; dan serangan² Musim ke Perancis selatan yang terus berlangsung terus ke abad 11 membuat masyarakat Kristen lari ke daerah Perancis tengah dan utara. Para pengungsi ini tentunya telah menyebarkan keterangan bahaya serangan Islam di seluruh Eropa barat. Para petani dan buruh ini mungkin tidak memiliki pengetahuan yang cukup akan Islam dan apa yang sebenarnya diimani Muslim; tapi bukan begitu masalahnya: Mereka cukup mengerti bahwa Muslim adalah musuh Kristen; bahwa Muslim mengobarkan perang terhadap penduduk sipil dan memperbudak para wanita dan anak², dan Muslim telah menjajah seluruh Spanyol dan sekarang mengancam Perancis.

Inilah pokok masalah yang harus ditekankan berkali-kali: Faktanya adalah, jauh dari sikap pasif yang penuh damai, di tahun² sepanjang abad ke 10 M Islam sekali lagi bergerak untuk melakukan penyerangan besar²an. Tentara Muslim mengobarkan peperangan untuk menguasai tanah kafir di bawah kekuasaan Islam; dari Spanyol di barat sampai India di timur; dan agresi baru ini terbatas pada ujung timur dan barat, tapi diteruskan di seluruh perbatasan kekuasaan Islam. Kerajaan² Kristen Armenia, Georgia, dan Byzantium terancam punah, dan tentara Muslim bertempur dengan tentara Kristen di Sicilia dan tanah² Mediterania lainnya. Banyak hal dalam serangan baru Islam ini, terutama yang terjadi di pertengahan abad ke 11 di Spanyol dan India, yang serupa dengan serangan Islam yang terdahulu di abad ke 8M. Begitu banyak kesamaannya sehingga menyebabkan para pengamat awam mengira bahwa mungkin expansi Islam terjadi di abad ke 11 dan bukannya abad ke 8 M. Contohnya, kita seringkali mendengar bahwa serangan Islam utama ke India berlangsung melalui serangan² yang dilakukan Mahmud dari Ghazni, pangeran Afghanistan yang berbahasa Turki, yang melakukan 17 kali serangan ke India utara. Serangan ini dimulai tahun 1001 dan berakhir tahun 1026, hanya sekitar empat tahun sebelum dia mati. Rangkaian serangan ini mengakibatkan begitu banyak kehancuran dan kematian di wilayah India. Di tahun 1020-an, Mahmud menguasai kesultanan yang menguasai daerah Lembah Indus, Afghanistan, dan Persia. Penyerangan² di awal abad ke 11 ini serupa dengan penyerangan² yang dilakukan Muhammad bin Qasim, pada tiga abad sebelumnya (abad 8), yang mendirikan kesultanan Islam dengan daerah kekuasaan yang serupa besarnya (kira² tahun 710).


Mahmud Ghazni, si budak Allah, menyerang India 17 kali.

Juga tampaknya aneh bahwasanya nama Mahmud dari Ghazni hanya berbeda sedikit dengan nama leluhurnya. Hanya huruf “n” dalam Ghazni yang membedakannya dengan Qasim, nama yang juga bisa ditulis sebagai Qasmi.

Di ujung barat kekuasaan Islam, kita menemukan gejala/fenomena yang sama. “Di abad ke 10,” kata Runciman,”Penguasa Muslim di Spanyol merupakan ancaman yang nyata bagi kerajaan² Kristen.” (Runciman, hal. 89). Di bawah Abd er-Rahman III (912-961), para pengikut Muhammad menemukan seorang pemimpin yang berjanji untuk mengulangi sukses serangan Islam di abad ke 8. Sebagai pendiri Kekalifahan Kordoba, dia memimpin era baru dengan kemegahan dan kekuatan militer yang besar. Tentaranya menyerang orang² Kristen di daerah utara, dan perbatasan antara daerah Islam dan Kristen ditandai dengan berbagai peperangan yang dikobarkannya. Diantara peperangan itu, yang paling menentukan adalah perang di Simancas (939), antara Salamanca dan Valladolid di Sungai Duoro, di mana dia dihentikan. Ini adalah daerah² yang diduduki oleh Muslim dua abad sebelumnya, meskipun rupanya pasukan Kristen telah berhasil merebut kembali daerah itu untuk sementara waktu. Dalam banyak hal, Abd er-Rahman III menyerupai para leluhurnya, terutama Abd er-Rahman I, yang menaklukkan daerah² tersebut di abad ke 8. Dorongan untuk menyerang ini terus saja berlangsung di bawah pimpinan Al-Mansur (980-1002), yang menyerang seluruh Spanyol lagi, termasuk daerah utara jauh. Dia bakar kota Leon, Barcelona, dan Santiago de Compostela, dan dia puny meniru para pemimpin Muslim terdahulu di tiga abad sebelumnya, dengan melakukan serangan ke Pyrenees. Kita baca keterangan dari Louis Bertrand yang mengatakan bahwa di jaman Al-Mansur,”Belum pernah sebelumnya masyarakat Kristen berada di posisi yang sedemikian kritis.” (Louis Bertrand, The History of Spain (2nd ed. London, 1945) hal. 57)


Abd er-Rahman III

Gara² serangan² yang dilancarkan Al-Mansur inilah maka akhirnya masyarakat Kristen Eropa bangkit dan bertekad menguasai kembali daerah² mereka yang dirampas Muslim dan gerakan ini dikenal sebagai Reconquista (Penguasaan Kembali). Sancho III Agung dari Navarre dan Norman Baron Roger de Tony di tahun 1020-an melakukan serangan² balasan. Di awal Reconquista, pasukan Kristen memperkoah kemenangan di bawah pimpinan Don Pelayo di perang Covadonga sekitar tahun 718.


Sancho III Agung dari Navarre

Para pembaca mungkin heran kenapa yaa “kebangkitan kembali” serangan² Islam di abad ke 11 ini begitu serupa dengan serangan² Islam di abad ke 7 dan 8. Hal ini akan kubahas di artikelku yang akan datang. Sekarang yang penting adalah perlunya penekanan bahwa, tidak seperti yang dikatakan banyak orang, sebenarnya di abad ke 10 dan 11 tentara Islam melakukan expansi/serangan besar²an terhadap daerah dan masyarakat Kristen, dan serangan² ini terjadi di seluruh perbatasan Islam dengan daerah Kristen. Sudah jelas bahwa Tentara Salib merupakan usaha untuk membendung serangan Islam.

Last edited by Adadeh on Fri Nov 26, 2010 2:03 pm, edited 1 time in total.


Adadeh Translator Posts: 7004Joined: Thu Oct 13, 2005 1:59 am

Tidak ada komentar:

Posting Komentar